Beda, Aku Priyayi !
Masih muda . nggak ! Belum pantas mikirin hal-hal besar. Kau harus mulai pekerjaan besar itu, proyek luar biasa itu harus kau kerjakan mulai deti k ini. Jangan menunggu-nunggu lagi. Sekarang saatnya. Hiasi desamu dengan ide-ide mudamu.
Mengapa harus aku ?
Kau. Kau kan priyayi. Sedangkan di kampung itu hanya onggokan-onggokan daging yang kerjanya hanya mengurusi perut dan nafsu. Kau tahu itu kan ? Kau berbeda. Beda !
Apa yang bisa ku lakukan?
Bodoh. Kau harus adakan riset-riset, penelitian. Jadikan desamu sebagai desa wisata. Teliti segala flora-flora untuk bikin obat-obat mujarab. Bikin waduk agar desamu selalu memproduksi beras.
Begitu ….?
O, jangan lupa bangun perpustakaan desa terlengkap. Bikin koperasi. Kerjakan pemuda-pemuda penganggur untuk mengurangi ketidakproduktifan desamu. Ditambah budayakan membaca pada masyarakatnya. Aturlah warganya agar selalu datang ke masjid-masjid.
Tapi apakah bisa ?
Masa nggak bisa ! Kau kan priyayi. Seorang priyayi punya tanggungjawab besar untuk memakmurkan desa dan masyarakatnya.
Stop ! Kau hanya memanfaatkan kepriyayianku saja. Padahal kau kerjanya apa? Kami tahu apa yang terbaik bagi kami.
Hening. Segalanya diam. Kiamat terdengar semakin dekat.
Indramayu, 30 Juni 2007
Bisikan Alam
Dengar !
Di setiap waktu, saat, tempat
Gemuruh neraka terdengar
Desir gegabah angin
Gelegak magma di dasar bumi
Gemericik ngarai
Indaramayu,30 Juni 2007
Merah Putih Koe
Terowongan panjang terkuak. Labirin merah putih merongrong. Dalam pergelutan hidup. Tanpa batas. Lolongan sumpah pemuda dari pojok kota semrawut. Perang.
Belanda, Inggris, Jepang terusir. Mengibarkan merah putih koe. Rasa bergemuruh, bergetar, berbuih. Jeritan pusaka’45 terjaring Palapa hingga pelosok dunia dan akhhh!
1998. sulur krismon melilit koe. Angka-angka rupiah megap-megap terantai dollar. GAM, RMS, SARA-f sia !!!
Mengamburadulkan api-api pengerontang kedamaian. Korban terpontang-panting dalam gameTsuanami-Gempa. Koruptor, Plagiator, dan lazi men menggrafitikan watak mereka dalam keabadian sejarah merah putih koe.
Itulah merah putih koe yang kutahu. Sangat nyata dari lensa realita. Ku kan selalu cinta walau korup terwarisi pada benih-benih biru lagi suci. Ku cinta ! Kan kugempur akar tua mereka. Habis sabarku, cinta tanah air terdesak dalam pustaka berjamur. Siap meledakkan sporanya.
Kemanakah kebanggan itu kau simpan ? Diva-diva merah putih, jawara-jawara Olimpiade menangis saat mereka dinobatkan sebagai pemenang. Apalagi maumu ? Kemanakah nasionalismemu ketika Sipadan dan Ligitan tumbang ditangan bangsa lain ? Ayo marahlah Sang Provokator ! Jangan diam saja! Mana karyamu ! Pertwi yang selalu hiajau berbunga. Pipit senja yang kau temui. Embun segar yang menanti diinjak langkahmu. Polutan menari-nari disetiap imej kaum tua pewaris kekunoan Borobudur. Bali selalu menyapu wisatawan bersama Pram Sang Legenda Sastra. Pencercah lilin kecil dikegelapan merah putih koe. Bagimana bisa tidak cinta merah putih koe. Lingkungan penyemangat hidupku. Kasih terdekat setiap jengkal derita menimpa. Begirulah cintaku larut dalam serpihan-serpihan harapan dan realita. Kibaranmu menyemangati karyaku. Pertempuran indah meraih kemerdekaan sejati lagi abadi.
Bandung, 18 September 2007
Gebu Muhammad
Terhunus lara menggerogoti hari-harimu
Terkunci desah keluh berpeluh gelisah
Engkau tersenyum, Mushlih
Kalbuku mengudara penuhi alam raya
Berbintang
Tegar mencakar Muhammad kecil
Tanpa Abi wal Ummi
Gemetar campur deru jiwa ini
Seraya kaleidoskop berputar-putar
Ummatti !!!
Engkau pulang, teladan kau tinggalakan
Islam berubah
Kegelapan mulai merembes
Ke sela-sela kapas putih yang kau pintal
Rindu membelah angan-angan di sisimu
Terhenyak menatap mata beningmu
Damai selera spiritual tergolak
Menggelegak penuhi periuk-periuk
Cairan kehidupan
Resep hidup bahagia yang kau ramu dulu
Menghilang kembali terselip
Dalam lembaran-lembaran kemaksiatan
Terpisah dalam buku-buku tua
Berpenyakit hati
Realita tak seindah bersamamu
Taring-taring kaum kafir beranjak terpasang
Disegala sudut. Potongan-potongan awan tak sebersih dulu
Ozon pun bolong, tahukah kau apa itu Ozon ?
Harap bergelora menduduki majlismu
Bersama generasi emas dunia. Ali, Zaid, ubay, Bilal
Kemanakah pewaris-pewaris akhlak itu ?
Mikrajmu Isramu yang melebarkan
Mulut munafik berbuah sholat
Bisu tanpa kata
Bandung, 9 September 2007
Negeri Sihir
Jubah-juabh gelap kelayapan di meja politik. Sapu-sapu impor merumputi pasar sihir.
Obral ramuan sukses ‘UN’ tak ayal lagi habis-habisan. Rengekan bocah melengking. Bocah
Sihir minta dibelikan mainan produksi Negeri Naga.
Kancah percampuran departemen-departemen konkrit-nyata. Dengan mantera-mantera kuno mereka hidup
Warisan nenek moyang tak terniali. Layar purnama lagi bening
Namun, dikolong-kolong jembatan penyihir-penyihir miskin mantera mengendap
Perlahan. O, kaum malas itu mengaum seperti lolongan serigala, wajah mereka tak
Seramah penyihir kota. Menyeramkan, beberapa bagian mukanya hilang. Hidung
Telinga
Perdamaian di dunia sihir adalah sesuatu yang membahayakan. Untuk kehancuranlah dunia sihir dibuat
Bukan untuk perdamaian
Alam sihir sama kejamnya dengan arti sihir itu sendiri
Mereka terbentuk untuk berkelahi, makan memakan, tikam menikam
Ribuan mantera pemusnah masal racikan penyihir Cendikia, tak tertahankan lagi.
Bandung, 26 September 2007
Felodese
Ruh terpaksa mencabut diri
Peri kematian bertambah gelisah
Air mata terakhir
Satu-satunya harapan
untuk memadamkan hati yang telah lama membara
Bandung, 25 Oktober 2007
Cengkih di Luar Jendela
Senjakala menggelayut , langit biru menggerimis
Remang mendung menembus jarum bayu
Renung kududuk menatap cengkih
Di luar jendela
Betotan rasa idah-Mu memabukkan
Liliput-liliput kalbu pengharum ruang imanku
Bayangan biji cengkih ku rengkuh
Getahnya mengganyang gula-gula
Aroma terapi
Kosmos rintikkan hujan memuncak
Pucuk-pucuk mencandi
Unik kutatap berulang demi cengkih
Yang jarang kutemui
Bandung, 11 November 2007
Sajadah
Menangisi selembar tempat sujud menghadap-Mu
Mimbar sudah rindu menantimu
Gema-gema lima waktu
Ajakan untuk mencium-Mu
Seraya meminta ketetapan hati
Dari api-api kiriman setan, jin, dan manusia
Lapuk merayapi benang-benang kulitmu
Using merebak dari endusan najis
Kelembutan menyelimuti jaringan epitel tubuhku
Ayat Qur’an melekat disetiap bau-bau yang
Kuhisap sambil bersujud
Air mata batin rindu mengharu biru
Rasa menyelaksa duka lara
Memorikan segalanya
Di metropolitan emosi taala
Bandung, 11 November 2007
Bureau
Kala sepi menggigil di ujung kusen jendela
Ku terawang seni daun hijau menetaskan embunnya
Pada mata bening cahaya masa depan
Sobekan kertas yang tergeletak acak penuh dijejali wacana. Tak terjamah
Sepi yang dirindukan seorang kadang-kadang
Adalah sepinya bureau
Semesti masalah kuluapkan dalam ayunan tangan menggoret seuntai-untai makan madu
Lebah terselip hamper di setiap buku
Bandung, 11 Desember 2007